Berita Utama

Kos-Kosan dan Hotel Jadi Sarang TPPO di Jakarta, 2024–2025: 58 Kasus Terungkap

IMG 20250613 WA0001
Table of Contents+
    5 / 100 Skor SEO

    Jakarta | Cyberhukum.com | Kos-kosan dan hotel menjadi lokasi yang paling sering digunakan sebagai tempat terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di DKI Jakarta sepanjang tahun 2024 hingga pertengahan 2025. Fakta ini diungkapkan oleh Tenaga Ahli Pemenuhan Hak Korban dari Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta, Wulansari, dalam seminar daring bertajuk “Menjaga Jakarta dari Perdagangan Orang: Sinergi Menuju Kota Global yang Aman bagi Perempuan dan Anak” pada Kamis (12/6).

    Menurut data yang dipaparkan Wulansari, pada tahun 2024 tercatat 87 kasus TPPO, dengan 36 di antaranya terjadi di kos-kosan dan 35 di hotel. Sementara pada tahun 2025, hingga 10 Juni saja sudah ditemukan 60 kasus, di mana 25 terjadi di kos-kosan dan 22 di hotel.
    “Walaupun ada juga yang terjadi di apartemen dan motel, tetapi paling banyak tetap di kos-kosan dan hotel. Tahun ini pun masih sama,” kata Wulansari.

    Lokasi lain yang menjadi tempat TPPO sepanjang dua tahun terakhir antara lain rumah (11 kasus), apartemen (6 kasus), motel (4 kasus), jalan (2 kasus), toko (2 kasus), mal (1 kasus), dan bahkan melalui aplikasi digital seperti MiChat (2 kasus), serta tempat wisata (1 kasus).

    Wulansari menjelaskan bahwa angka kasus pada 2024 dan 2025 memang terlihat lebih rendah dibandingkan lonjakan pada 2020 (125 kasus) dan 2021 (273 kasus). Namun, penurunan ini menurutnya tidak mencerminkan realita yang membaik, melainkan menurunnya angka pelaporan.
    “Tahun 2020 dan 2021 tinggi karena masa pandemi COVID-19, banyak penggerebekan kerumunan akibat pelanggaran PSBB. Dari situ seringkali ditemukan TPPO, termasuk eksploitasi seksual terhadap anak,” ujarnya.

    Ia menekankan bahwa saat ini deteksi kasus sangat bergantung pada peran serta masyarakat dalam melaporkan aktivitas mencurigakan. Salah satu modus yang umum digunakan pelaku TPPO adalah dengan menjalin hubungan romantis palsu.
    “Biasanya pelaku pacaran dengan korban, tinggal bersama di kos-kosan. Ketika ada masalah ekonomi, korban kemudian diarahkan untuk melakukan open BO (booking online),” ungkapnya.

    Pendamping PKH Mendesak BPS dan KEMENSOS lebih Transparan dalam Mekanisme dan Pengklasifikasian Desil, Supaya tidak terjadi Polemik

    Wulansari menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap tempat-tempat tinggal sementara seperti kos-kosan dan hotel, serta edukasi masyarakat tentang modus perdagangan orang yang semakin kompleks dan menyasar kalangan muda.
    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan memperkuat sistem pelaporan berbasis masyarakat dan memperluas jangkauan sosialisasi mengenai TPPO, demi menciptakan kota yang aman dan ramah bagi perempuan serta anak. (Sugeng)

    Komentar

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Advertisement
    × Advertisement