Karawang, Jawa Barat | Cyberhukum.com | Seorang narasumber yang menyampaikan kritik terhadap pejabat publik berdasarkan temuan langsung di lapangan kini harus menghadapi meja hijau setelah ditetapkan sebagai terdakwa. Kasus ini memicu keprihatinan publik serta pakar hukum yang menilai bahwa langkah pidana terhadap kritik konstruktif berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara.
Kritik Bukan Kriminal
Kritik terhadap pejabat publik dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Selain itu, Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 menegaskan bahwa kritik kepada pejabat bukanlah delik pidana selama tidak memenuhi unsur penghinaan pribadi atau penyebaran berita bohong.
Menurut pengacara HAM, kritik yang berbasis data dan temuan faktual tidak bisa serta-merta dianggap sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik.
“Ada garis batas jelas antara kritik yang sah dan fitnah. Bila ucapan narasumber berdasar data, maka seharusnya diselesaikan secara etik atau administrasi, bukan pidana,” ujar Dr. Ratna Sari, ahli hukum tata negara.
Penerapan UU ITE Sering Disalahgunakan
Sayangnya, banyak kasus kritik dijerat menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik atau Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang ujaran kebencian.
Padahal, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi telah menekankan pentingnya pembuktian niat buruk dalam kasus-kasus tersebut.
“Pasal 27 ayat (3) bersifat delik aduan dan harus dibuktikan unsur subjektifnya. Kritik berbasis kebenaran bukan bentuk kebencian,” jelas pakar hukum pidana, Prof. Yusril A. Mahendra.
Jalur Hukum yang Bisa Ditempuh Narasumber
Jika seorang narasumber dijadikan terdakwa karena menyampaikan kritik, berikut adalah langkah hukum yang dapat diambil:
Membuktikan Unsur Kebenaran Melalui pengacara, narasumber harus menyusun pembelaan dengan bukti-bukti faktual yang mendukung pernyataannya di lapangan.
Mengajukan Eksepsi di Pengadilan Dalam sidang, terdakwa dapat mengajukan eksepsi bahwa perbuatannya bukan tindak pidana, melainkan pelaksanaan hak konstitusional.
Melaporkan Dugaan Kriminalisasi ke Komnas HAM / LPSK Jika ada indikasi pelanggaran HAM atau tekanan politik, narasumber bisa melaporkan kasusnya ke lembaga independen.
Mengajukan Uji Materi / Judicial Review Bila aturan hukum yang digunakan dianggap multitafsir atau bertentangan dengan UUD, pengacara dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Menggugat Balik secara Perdata Jika proses hukum yang dijalankan terbukti merugikan secara pribadi maupun profesional, narasumber berhak mengajukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH).
Kesimpulan
Penetapan seorang narasumber sebagai terdakwa atas dasar kritik faktual terhadap pejabat mencerminkan kaburnya batas antara perlindungan pejabat publik dan hak warga negara. Negara harus hadir menjamin bahwa ruang demokrasi tetap aman bagi suara kritis, bukan justru menjadi alat membungkam. (Red)
Komentar