Berita Utama

Di Tengah Negeri Kaya, Abah Jamin Bertahan Hidup dengan Tiga Puluh Ribu Seminggu

IMG 20250616 WA0054
Table of Contents+
    5 / 100 Skor SEO

    Karawang, Jawa Barat | Cyberhukum.com | Di sudut sunyi Gang Swadaya, RT 03 RW 02, Kelurahan Tunggak Jati, Kecamatan Karawang Barat, tinggal sepasang suami istri lansia yang menanggung derita tak berujung. Abah Jamin (77) dan Emak Juju (60) menjalani hidup penuh kesabaran dan kepiluan, merawat keluarga yang hampir seluruhnya sakit, dalam kondisi yang jauh dari kata layak.

    Keluarga ini tak hanya dirundung kemiskinan, tetapi juga didera penderitaan fisik dan mental. Anak sulung mereka, Mulyadi (25), lumpuh total dan tak bisa berjalan. Adiknya, Deden, mengalami kelumpuhan serta gangguan mental dan fisik. Cucu mereka, Farid, pun mengalami hal serupa. Semua beban ini dipikul oleh Abah Jamin yang hanya mampu bekerja sebagai pencari barang bekas.

    Dengan penghasilan tak lebih dari tiga puluh ribu rupiah seminggu, hidup mereka bergantung pada belas kasih tetangga. Mereka sering menahan lapar karena tak memiliki beras untuk dimasak. Jika tak ada bantuan makanan, maka hari itu mereka harus rela berpuasa dalam arti sebenarnya—bukan karena agama, tapi karena kemiskinan.
    “Kadang kami hanya bisa berharap ada tetangga yang baik hati,” ujar salah satu warga yang mengenal keluarga Abah Jamin.

    Rumah yang mereka tinggali pun tak layak huni bocor dan berantakan. Tak ada dapur dengan stok makanan, tak ada kenyamanan, hanya kesedihan yang membalut hari-hari mereka.

    Abah Jamin yang renta kini tak lagi kuat memikul karung rongsok besar. Tenaganya sudah habis dimakan usia. Ia hanya bisa mengais sisa-sisa kehidupan, berharap ada secercah keajaiban datang menyapa.

    Pendamping PKH Mendesak BPS dan KEMENSOS lebih Transparan dalam Mekanisme dan Pengklasifikasian Desil, Supaya tidak terjadi Polemik

    Di tengah negara yang sering membanggakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, kisah Abah Jamin adalah ironi yang menyayat. Sebuah cerita nyata tentang kemiskinan yang tersembunyi di balik tembok rumah-rumah besar dan jalan-jalan aspal mulus.

    “Kami tidak meminta banyak, hanya agar anak-anak bisa makan dan tidak kelaparan,” kata Emak Juju lirih, menggambarkan harapan kecil yang tersisa. (Red)

    Komentar

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Advertisement
    × Advertisement