Berita Utama Flora Dan Fauna Nasional

Hijau di Atas Kertas, Hitam di Atas Tanah: Ironi Tambang Nikel di Jantung Surga Raja Ampat 

IMG 20250608 WA0009
Table of Contents+
    4 / 100 Skor SEO

    Raja Ampat, Papua Barat Daya | Cyberhukum.com | Di balik panorama surgawi dan reputasi sebagai salah satu pusat biodiversitas laut terkaya di dunia, Raja Ampat kini menyimpan luka yang dalam. Aktivitas tambang nikel PT Gag Nikel kembali menjadi sorotan, menyusul penghentian sementara operasional oleh Kementerian ESDM. Namun penghentian ini bukanlah langkah tegas yang visioner melainkan tindakan reaktif, terlambat, dan nyaris simbolis.

     

    Klaim perusahaan mengenai pelaksanaan Good Mining Practices justru menjadi ironi. Laporan mereka menyebut telah menanam 350.000 pohon, tanpa menyinggung berapa ratus ribu pohon endemik yang telah ditebang terlebih dahulu. Mereka memamerkan transplantasi terumbu karang seluas 1.000 meter persegi, namun diam soal berapa ribu meter persegi yang rusak oleh sedimentasi dan limbah tambang.

     

    Air limbah yang masih “di bawah baku mutu” dijadikan tameng seolah kerusakan kecil bisa ditoleransi, bahkan di kawasan segenting Raja Ampat. Tapi siapa yang mengukur kadar luka ekologis? Siapa yang bisa mengganti suara burung cendrawasih yang menghilang, atau pasir putih yang kini kelabu oleh debu tambang?

    TNI Kodim 0616 Indramayu Tinjau Langsung Pendampingan Panen di Jatibarang

     

    Data di atas kertas tak mampu menyeka air mata warga, tak bisa menebus kehilangan yang tak terhitung dalam laporan lingkungan tahunan. Ini bukan sekadar soal angka—ini tentang keadilan ekologis yang diinjak dengan sepatu investasi dan jargon keberlanjutan.

     

    Tambang di Raja Ampat bukan sekadar proyek industri. Ia adalah simbol dari kolonialisme ekonomi modern yang menjual kekayaan alam Papua demi keuntungan segelintir investor. Nikel dibawa keluar negeri; yang tertinggal hanyalah lubang, limbah, dan janji-janji yang pelan-pelan dilupakan.

     

    Kebakaran Kapuk Muara Lahap 500 Rumah, Warga Dapat Layanan 24 Jam di Posko Darurat

    Ketika masyarakat sipil bersuara, negara justru sibuk “cek lapangan”. Apakah pemerintah menunggu data satelit atau air mata warga untuk menyadari kehancuran yang sudah nyata di hadapan mata?

     

    Tambang di Surga ini bukan solusi energi hijau. Ia adalah pengkhianatan terhadap janji perlindungan alam, dan penegasan bahwa narasi keberlanjutan bisa menjadi alat perusakan paling licin ketika tak disertai nurani. (Arip)

    Komentar

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Advertisement
    × Advertisement