Karawang, Jawa Barat | Cyberhukum.com | Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli). Kali ini, sorotan tajam datang dari Ketua LSM Laskar NKRI DPC Cibuaya, Muhamad Ismail, yang menyoroti dugaan pungli di salah satu sekolah swasta ternama di Kecamatan Cibuaya, yakni MTs Al-Faridiah.
Menurut Ismail, pungutan yang diduga mencapai Rp265.000 per siswa itu sangat tidak mencerminkan nilai-nilai lembaga pendidikan, terlebih lagi lembaga tersebut berbasis Islam. “Sangat disayangkan, lagi-lagi dunia pendidikan tercoreng oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Praktik pungli seperti ini harus segera ditindak,” tegas Ismail.
Yang lebih memprihatinkan, lanjut Ismail, adalah perlakuan tidak adil terhadap siswa yatim. Ia menyebut bahwa anak yatim pun tetap dibebankan biaya yang sama tanpa adanya toleransi sosial. “MTs ini sekolah Islam, harusnya lebih mengerti mana yang harus dan mana yang tidak. Kenapa anak yatim pun diperlakukan sama? Ini sangat memalukan,” tambahnya.
Ismail mendesak agar pihak-pihak terkait seperti Satgas Saber Pungli dan kepolisian turun tangan dengan tegas untuk mengusut tuntas dugaan tersebut. Ia juga mengimbau agar penegakan hukum dilakukan secara transparan demi menjaga marwah dunia pendidikan.
Lebih lanjut, menanggapi berita sanggahan dari pihak yayasan yang menyatakan bahwa pungutan hanya sebesar Rp50.000, Ismail meminta klarifikasi terbuka. Ia mengusulkan agar pihak sekolah menghadirkan seluruh orang tua siswa kelas IX, disaksikan oleh media, aparat kepolisian, dan saber pungli, agar masyarakat mengetahui fakta yang sebenarnya.
“Kalau memang hanya Rp50.000, silakan klarifikasi di hadapan orang tua murid, media, saber pungli, dan polisi. Jangan ada dusta. Harus jelas dan transparan: mana yang benar, dan berapa sebenarnya uang yang dibayarkan,” pungkasnya.
Isu ini menjadi perhatian serius masyarakat Cibuaya. Banyak pihak kini menantikan langkah konkret dari aparat penegak hukum dan instansi terkait guna memastikan pendidikan bebas dari praktik korupsi dan ketidakadilan. (Mdn)
Komentar